Kamis, 28 April 2011

kawan-kawan teman-teman kenangan

makalah iman


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dengan rasa syukur kehadirat Allah SWT dengan rahmat-Nya dan inayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Realisasi Iman Dalam Kehidupan Sosial”.
Musaddad telah menceritakan kepada kami, ia berkata bahwa Yahya telah menceritakan kepada kami dari Syu’bah dari Qatadah dari Anas r.a berkata bahwa Nabi saw. telah bersabda “Tidaklah termasuk beriman seseorang di antara kamu sehingga mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (H.R. Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Nasa’i)
Makalah ini dibuat dengan maksud yakni memperoleh keridhoan Allah semata, dan menjadi pembelajaran bagi kita semua. Akhir kata kami penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan sekaligus bermanfaat untuk menambah pengetahuan sehubungan dengan Iman dalam Kehidupan kita sehari-hari.

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu tanda kesempurnaan iman seorang mukmin adalah mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. Hal itu direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari dengan berusaha untuk menolong dan merasakan kesusahan maupun kebahagiaan saudaranya seiman yang didasarkan atas keimanan yang teguh kepada Allah SWT.
Dia tidak berpikir panjang untuk menolong saudaranya sekalipun sesuatu yang diperlukan saudaranya adalah benda yang paling ia cintai. Sikap ini timbul karena ia merasakan adanya persamaan antara dirinya dan saudaranya seiman.
B. Tujuan
Adapun tujuan dalam mempelajari “Iman dalam keidupan Sosial” adalah:
1. Agar mahasiswa bisa mengaplikasikan Iman dalam kehiupan Sosial (Masyarakat).
2. Dan juga memberi motivasi agar umat Islam senantiasa berlaku baik terhadap sesama saudara umat muslim.

BAB II
DEFENISI IMAN DALAM KEHIDUPAN SOSIAL

A. CINTA SESAMA MUSLIM SEBAGIAN DARI IMAN
Iman dan amal shaleh ibarat dua sisi dari sekeping mata uang. Meskipun konsep iman itu sifatnya abstrak, tapi amal shaleh yang lahir dari seseorang merupakan pantulan dari keimanan tersebut. Itulah sebabnya sehingga sejumlah ayat dalam al-Qur’an selalu menyandingkan iman dengan amal shaleh. Tingkat keberimanan seseorang akan melahirkan prilaku-prilaku kongkrit dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam hubungan itu, sehingga Rasulullah saw. dalam sejumlah hadist selalu mengaitkan tingkat kesempurnaan iman seseorang dengan prilaku sehari-hari. Di antara prilaku yang dijadikan Rasulullah saw. sebagai parameter keberimanan seseorang adalah sejauhmana tingkat kepeduliaan seseorang terhadap sesamanya manusia.
Hadist di atas menegaskan bahwa di antara ciri kesempurnaan iman seseorang adalah bahwa ia mencintai sesamanya seperti mencintai dirinya sendiri. Kecintaan yang dimaksudkan di sini termasuk di dalam rasa bahagia jika melihat sesamanya muslim mendapatkan kebaikan yang ia senangi, dan tidak senang jika sesamanya muslim mendapat kesulitan dan musibah yang ia sendiri membencinya. Ketiadaan sifat seperti itu menurut hadist di atas menunjukkan kurang atau lemahnya tingkat keimanan seseorang.
Sifat seperti yang disebutkan Rasulullah dalam hadist tersebut hanya dapat terwujud jika seseorang terhindar dari sifat dengki dan iri hati. Oleh sebab itu, hadist tersebut dapat dipahami secara terbalik bahwa orang yang menyimpan sikap dendam, dengki dan iri terhadap sesamanya muslim termasuk orang yang tidak sempurna tingkat keimanannya. Hal tersebut mengingat bahwa sifat dengki yang dimiliki seseorang terhadap sesamanya mengandung kebencian terhadap orang yang mengunggulinya dalam hal-hal tertentu.
Seorang mukmin yang baik ialah apabila melihat kebaikan pada saudaranya, ia berharap mendapatkan kebaikan yang sama tanpa mengharapkan nikmat itu hilang dari saudaranya. Jika melihat kekurangan pada saudaranya, maka ia berusaha memperbaikinya, sebab orang mukmin dengan orang mukmin ibarat satu anggota tubuh yang saling melengkapi satu sama lain.
Di sisi lain, hadist di atas memberikan isyarat betapa besar penghargaan Islam terhadap persaudaaraan. Demikian besarnya arti persaudaraan, maka Islam menjadikannya sebagai salah satu indikator keberimanan seseorang. Saudara yang dimaksudkan dalam hadist di atas bukan hanya saudara yang diikat hubungan nasab, tetapi lebih dari itu, persaudaran yang diikat oleh hubungan agama dan keimanan. Persaudaraan semacam ini adalah persaudaraan suci yang datang dari hati nurani. Persaudaraan atas dasar keimanan dan keislaman merupakan persaudaraan yang abadi dan tidak akan luntur selama keimanan dan keislaman tetap bersemayam di dalam hati dan diri seseorang.

Persaudaraan seperti itu mencerminkan betapa kokoh dan kuatnya keimanan seseorang. Ia selalu siap menolong saudaranya seiman meskipun tanpa diminta, bahkan tidak jarang mengorbankan kepentingannya sendiri demi menolong saudaranya. Perbuatan baik seperti itulah yang akan mendapat pahala besar di sisi Allah swt
Allah swt. berfirman dalam QS. Ali Imran (3): 92
`s9 (#qä9$oYs? §ŽÉ9ø9$# 4Ó®Lym (#qà)ÏÿZè? $£JÏB šcq6ÏtéB 4 $tBur (#qà)ÏÿZè? `ÏB &äóÓx« ¨bÎ*sù ©!$# ¾ÏmÎ/ ÒOŠÎ=tæ ÇÒËÈ  
“kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.”
Sebaliknya, orang-orang mukmin yang hanya mementingkan dirinya sendiri, dan tidak memiliki semangat ihsan terhadap sesamanya, orang seperti itulah yang masuk dalam kategori tidak sempurna keimanannya, meskipun mereka taat dalam menjalankan kewajiban-kewajibannya kepada Allah. Kesalehan seseorang tidak hanya diukur dengan parameter ketaatan melaksanakan kewajiban individual terhadap al-Khaliq, tetapi juga harus dibarengi dengan hablum minan nas yang baik.

B. SEORANG MUSLIM TIDAK MENGGANGGU ORANG  LAIN
Adam bin Abi Isa telah mengabarkan kepada kami, ia berkata bahwa Syu’bah telah mengabarkan kepada kami dari ‘Abdullah bin Abi al-Saffar dan Isma’il bin Abi Khalid dari al-Sya’biy dari ‘Abdullah bin Umar r.a. berkata bahwa Nabi SAW. telah bersabda: “orang muslim adalah orang yang orang-orang Islam (yang lain) selamat dari lisan dan tangannya dan orang yang hijrah adalah orang yang hijrah dari apa yang telah dilarang Allah swt. (H.R. Bukhari, Abu Dawud, dan Nasa’i)
Inti pesan dalam hadis tersebut ada dua, yaitu: membangun hubungan antar manusia (hablum minan nas) yang harmonis, dan membina aktivitas dalam bingkai ketaatan kepada Allah (hamblum minallah).
Pesan pertama yang tekandung dalam hadist di atas adalah memberi motivasi agar umat Islam senantiasa berlaku baik terhadap sesamanya muslim dan tidak menyakitinya, baik secara fisik maupun hati. Mengingat pentingnya hubungan baik dengan sesama muslim, maka Rasulullah saw. menjadikannya sebagai ciri tingkat keislaman seseorang. Orang yang memberikan rasa tenang dan nyaman terhadap sesamanya muslim dapat dikategorikan sebagai seorang muslim sejati.
Pesan Kedua yang terkandung dalam hadis di atas adalah melakukan aktivitas dalam bingkai ketaatan kepada Allah swt. Hadist tersebut menyebutkan hijrah secara simbolik tetapi mengandung pengertian yang sangat luas. Secara tekstual hadist di atas menyebutkan bahwa hijrah yang sesungguhnya adalah meninggalkan apa yang dimurkai Allah swt. Pengertian itu pulalah yang terkandung dalam hijrah Rasulullah saw. yaitu meninggalkan tanah tumpah darahnya karena mencari daerah aman yang dapat menjamin terlaksananya ketaatan kepada Allah swt. Oleh sebab itu, orang yang meninggalkan kampung halaman dan berpindah ke daerah yang tidak ada jaminan bagi terlaksananya ketaatan kepada Allah tidak termasuk dalam pengertian hijrah dalam pengertian syariat, meskipun secara bahasa mengandung pengertian tersebut.
Di antara ciri kesempurnaan keislaman seseorang adalah tidak menyakiti saudaranya seiman dalam berbagai bentuknya, baik dengan kekerasan fisik maupun lisan. Selain itu, orang Islam sejati ialah orang yang berusaha keras untuk berhijrah (pindah) dari perbuatan-perbuatan yang dimurkai Allah kepada perbuatan-perbuatan yang diridhai-Nya.
C. REALISASI IMAN DALAM MENGHADAPI TAMU
Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan kepada kami, Abu al-Ahwash telah menceritakan kepada kami, dari Abu Hashin, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah r.a, ia berkata: Rasulullah saw. telah bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah memuliakan tamunya; barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berbuat baik kepada tetangganya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berkata baik atau diam” (H.R. Syaikhani dan Ibnu Majah)
Hadist di atas menyebutkan tiga di antara sekian banyak ciri dan sekaligus konsekuensi dari pengakuan keimanan seseorang kepada Allah swt. dan hari akhirat. Ketiga ciri yang dimaksudkan adalah: memuliakan tamu, menghormati tetangga, dan berbicara yang baik atau diam. Meskipun keimanan kepada Allah dan hari akhirat merupakan perbuatan yang bersifat abstrak, namun keimanan tidak berhenti sebatas pengakuan, tetapi harus diaplikasikan dalam bentuk-bentuk nyata. Hadist di atas hanya menyebutkan tiga indikator yang menggambarkan sikap seorang yang beriman, dan tidak berarti bahwa segala indikator keberimanan seseorang sudah tercakup dalam hadist tersebut.
a. Memuliakan Tamu
Yang dimaksud dengan memuliakan tamu adalah memperbaiki pelayanan terhadap mereka sebaik mungkin. Pelayanan yang baik tentu saja dilakukan berdasarkan kemampuan dan tidak memaksakan di luar dari kemapuan. Dalam sejumlah hadist dijelaskan bahwa batas kewajiban memuliakan tamu adalah tiga hari tiga malam. Pelayanan lebih dari tiga hari tersebut termasuk sedekah.
b. Memuliakan Tetangga
Istilah tetangga mempunyai pengertian yang luas, mencakup tetangga yang dekat maupun jauh. Tetangga merupakan orang-orang yang terdekat yang umumnya merekalah orang pertama yang mengetahui jika kita ditimpa musibah dan paling dekat untuk dimintai pertolongan di kala kita kesulitan. Oleh karena itu, hubungan dengan tetangga harus senantiasa diperbaiki. Saling kunjung mengunjungi antara tetangga merupakan perbuatan terpuji, karena hal itu akan melahirkan kasih sayang antara satu dengan yang lainnya.
Berbuat baik kepada tetangga dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan memberikan pertolongan, memberikan pinjaman jika ia membutuhkan, menengok jika ia sakit, melayat jika ada yang meninggal, dan lain-lain. Selain itu, sebagai tetangga kita juga harus senantiasa melindungi mereka dari gangguan dan bahaya, memberinya rasa tenang.
c. Berbicara Baik atau Diam
Berbicara merupakan perbuatan yang paling mudah dilakukan tetapi mempunyai kesan yang sangat besar, baik ataupun buruk. Ucapan dapat membuat seseorang bahagia, dan dapat juga menyebabkan orang sengsara, bahkan binasa. Orang yang selalui menggunkan lidahnya untuk mengucapkan yang baik, menganjurkan kebaikan dan melarang perbuatan-perbuatan jelek, membaca al-Qur’an dan buku-buku yang bermanfaat dan sebagainya, akan mendapatkan kebaikan atas apa yang dilakukannya. Sebaliknya, orang yang menggunakan lidahnya untuk berkata-kata jelek atau menyakiti orang lain, ia akan mendapat dosa, dan bahkan tidak mustahil akan membawa bahaya dan kebinasaan bagi dirinya. Oleh sebab itulah sehingga Rasulullah memerintahkan untuk berkata baik, dan jika tidak mampu mengucapkan yang baik maka diam merupakan pilihan terbaik.





















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Perlu diingat kembali bahwa perintah untuk mencintai sesama muslim haruslah senantiasa berada dalam semangat ketaatan kepada Allah. Tidaklah benar jika atas alasan menolong sesama manusia sehingga mengabaikan rambu-rambu Tuhan, sebab tidak ada ketaatan terhadap makhluk dalam mendurhakai Allah. Oleh sebab itu, tidaklah dikategorikan berbuat baik kepada sesamanya jika pertolongan yang diberikannya membantu orang tersebut dalam melakukan kemaksiatan kepada Allah, sebab dalam kondisi seperti itu berarti memposisikan makhluk pada posisi Tuhan.
Untuk kesempurnaan iman dan sebagai salah satu tanda keimanan kepada Allah swt. dan hari akhir, seorang mukmin harus memuliakan tetangga, tamu, dan berkata yang baik atau memilih diam jika tidak mampu mengucapkan yang baik.

Kamis, 07 April 2011

Sudah hampir 4 bulan saya tinggal di Pangkalan Jati, daerah perbatasan antara Depok dan Jakarta Selatan. Secara administratif rumah kami terletak di daerah pemerintahan Depok, tapi secara geografis kami masih berada di daerah selatan Jakarta.

Sebagaimana dearah-daerah perbatasan lainnya, jalanan menuju ke sana juga jelek, berlubang, becek, tidak beraturan. Coba saja perhatikan jalan-jalan di perbatasan, rata-rata tidak terlalu diperhatikan oleh pemerintah daerahnya.

Sesekali coba berkunjung ke selatan Jakarta, menuju perbatasan antara Jakarta Selatan dan Depok. Jika mengambil jalur jalan Fatmawati, maka tidak akan terlalu sulit menemukan lokasi ujung paling selatan kota Jakarta ini.

Dari arah RS Fatmawati, jalan raya yang cenderung padat kendaraan pada jam-jam kerja ini masih mulus tekstur aspalnya. Melewati pasar pondok labu, kita sudah berada hampir di ujung selatan Jakarta. Ada sebuah Rumah Sakit Umum yang cukup besar di sebelah kiri jalan, RS Peri Kasih. Dan setelahnya, juga ada bangunan besar yang sangat mudah di jadikan patokan directory, Universsitas Pembangunan Nasional (UPN).

Di jalan tusuk sate tepat didepan UPN, ada banyak pedagang kaki lima yang berjajar di bahu jalan, tepat di sudut tusuk sate itu terdapat sebuah mini market dari salah satu waralaba yang sudah banyak terdapat di banyak tempat. Sebuah pohon beringin rindang tua juga masih angkuh berdiri, dan menjadi tempat bernaung belasan tukang ojek yang menunggu penumpang. Dan disanalah rumah kontrakan kami, di batas kota.

Setiap hari kerja, saya akan berangakat menuju kantor dengan beberapa opsi yang tentunya opsi-opsi tersebut memiliki plus minusnya.

Opsi pertama, nebeng membonceng motor tetangga yang rata-rata satu jalur. Hal ini sempat beberapa kali terjadi jika kebetulan ketika saya keluar dari pintu kontrakan, mereka melintas di depan saya dan menawarkan tumpangan. Lumayan, jadi bisa menghemat 2 hal: Waktu dan uang. Tapi cara ini tidak selalu terjadi. Saya pun tidak mencoba membuat dengan sengaja kebetulan-kebetulan seperti itu.

Opsi kedua, Saya naik angkutan umum 3 kali, dan turun tepat di depan kantor saya di daerah Radio Dalam. Tentu saja dengan ongkos yang lebih besar. Opsi ketiga, saya naik angkutan umum 2 kali, lalu diteruskan dengan berjalan kaki dengan jarak yang cukup jauh.

Tentu saja, sebagai orang yang memahami kondisi rekening pribadi, saya akan memilih opsi ketiga. Sebenarnya opsi pertama lebih menyenangkan, tapi ada sesuatu yang membuat saya enggan untuk melakukan itu. Nah, untuk menjalani opsi ketiga ini, tentu ada konsekuensi yang harus saya tanggung. Dan konsekuensi itu adalah 1000 langkah pagi dan petang. Ya benar, saya harus berjalan kaki dari Pasar Blok A ke Radio Dalam, menembus pasar, pemukiman yang rapat dengan  saluran air yang kurang lancar dan menebarkan aroma tidak sedap, melintasi komplek TNI AL lalu sampailah di Radio Dalam.

Saya tidak tahu jarak dalam satuan meter dari mulai turun dari Metro Mini di Pasar Blok A sampai ke Radio Dalam. Lalu saya berfikir untuk mengukur jarak tersebut dengan hitungan yang lebih realistis, yaitu langkah kaki. Bisa jadi langkah kaki masing orang berbeda-beda, yang akan membuat perbedaan jumlah ayunan langkahnya juga berbeda. 1000 langkah itupun, adalah hitungan yang sudah saya ringkas sedemikian rupa,

Sebenarnya, jumlah langkah kaki yang saya tempuh setia pagi lebih dari 1300 langkah, tapi lagi-lagi saya tidak bisa mengingatnya dengan baik berapa tepatnya saya melangkah. Maka saya bulatkan saja menjadi 1000 langkah.

Saya teringat kata-kata Mario Teguh, seorang motivator. Bahwa: "Rutinitas membunuh semangat. Jadi, pastikan, tiap harinya anda belajar hal-hal baru. "
Tentu saja saya merasa jenuh ketika harus berhati-hati melangkah di atas jalanan  pasar yang becek. Ditambah ketika harus melintasi tumpukan sampah yang busuk dan lalat-lalat yang menyebalkan, dan juga ketika saya harus menghirup asap knalpot bajaj, ketika keringat membuat pakaian rapi saya lusuh. Dan ketika mencium bau selokan meski sudah terlewat i10 meter jauhnya, melewati pemukiman yang rapat dengan aroma rumah tangga yang aneh, dan ketika presensi jam masuk kantor saya selalu merah. Ya saya jenuh.

Lalu saya mencoba memetik sesuatu dari rutinitas itu, sebagaimana Ali bin Abi Thalib berkata, "Jikalau hikmah itu ada di dalam gunung, niscaya akan aku goncangkan gunung itu!". Baiklah, harus ada yang bisa diambil dari rutinitas tersebut.

Melewati Pasar, saya merasa sangat beruntung untuk tidak bekerja sejak dini hari dengan berkarung-karung sayuran, daging ayam, tempe, ikan asin, buah belimbing, kasur palembang, belepotan minyak goreng, kompor semawar (sejenis kompor minyak yang nyalanya sangat berisik), barisan bajaj dan lainnya.

Alhamdulillah, saya masuk kantor pukul 08.30 pagi, pun masih sering terlambat, dan masih sempat sarapan dengan baik. Saya beruntung bekerja di ruangan berpendingin udara, di hadapan komputer dan fasilitas menyenangkan lainnya, itupun masih sering mencuri-curi waktu untuk menuliskan hal ini.

Melewati pemukiman rapat, saya merasa sangat beruntung untuk dapat tinggal di sebuah rumah yang bersih, berlantai ubin, dengan sanitasi dan ventilasi yang baik, jauh dari selokan yang beraroma tak sedap, tidur di atas kasur berpegas ditemani seorang Bidadari cantik dan Seorang Bayi tampan.

Melewati sebuah kios rokok, yang sarat dengan orang-orang pasar yang berdesakan menyaksikan berita pagi di sebuah televisi di dalam kios tersebut, saya merasa beruntung punya sebuah televisi 21 inc yang bisa kami nikmati sepuas-puasnya tanpa harus berdiri dengan kaki dikerubungi lalat, pun tv tersebut saya beli second.

Melewati sebuah pos ronda dengan seorang perempuan paruhbaya kumal, rambut gimbal, kulit coklat, dan sedikit seram dan bertelanjang dada meringkuk kedinginan, tapi dia tertawa cekikikan ketika saya melintas. Saya merasa sangat beruntung masih dianugerahi pikiran yang sehat wal'afiat dengan tubuh yang juga bugar dan mendapatkan asupan gizi yang cukup, pun saya masih sering tertawa terbahak-bahak untuk hal yang tidak penting.

Sampai di Jalan Raya Radio Dalam, dan menyaksikan seorang pengendara motor yang bersimbah darah karena tertabrak oleh sebuah mobil box milik sebuah swalayan yang buka 24 jam, saya merasa sangat beruntung masih diberikan keselamatan meski harus berjalan melintasi semua ngilu di sepanjang jalan. Alhamdulillah masih ada dhuha tersisa. Lalu, saya akan kembali mencari cermin dan memantulkannya ke dalam hati, pada 1000 langkah petang nanti.

my motiv

Dalam berbagai buku NLP disebutkan bahwa hanya ada dua faktor motivasi diri yaitu mengejar kenikmatan dan menghindari kesengsaraan atau rasa sakit. Namun jika saya kerucutkan lagi, hanya ada satu faktor motivasi, yaitu cinta. Semakin besar cinta kita, akan semakin besar motivasi yang bangkit.
Lihatlah, banyak orang yang sampai nekat bunuh diri karena putus cinta. Ini menggambarkan bahwa cinta memiliki kekuatan untuk menggerakkan diri kita, bahkan untuk hal-hal yang buruk dan tidak masuk akal. Mungkin Anda sudah banyak mendengarkan kisah cinta picisan, apa pun dilakukan “karena cinta”.
Joe Vitale menyadari kekuatan cinta sebagai motivator utama setelah dia melihat film 50 First Dates (2004) (50 Kencan Pertama) yang menggambarkan usaha seorang pria yang setiap hari berusaha membuat seroang wanita jatuh cinta kepadanya. Usaha ini dilakukan setiap hari, karena sang gadis pujaan memiliki ingatan yang mampu mengingat cuma 1 hari. Ini hanya salah satu dari sekian kisah cinta dalam film.
Anda bisa memanfaatkan kekuatan cinta ini untuk mendapatkan motivasi diri. Tentu saja, tidak sebatas cinta terhadap lawan jenis, tetapi cinta kepada hal lainnya juga. Saat Anda mencintai pekerjaan Anda, Anda akan memiliki motivasi yang cukup saat bekerja. Lihatlah pemasin sepak bola, di tengah jadwal yang ketat, mereka tetap enjoy bermain di lapangan, karena mereka mencintai profesinya sebagai pesebak bola.

Motivasi Diri Paling Kuat

Namun, ada cinta yang paling kuat. Saat Anda tidak memiliki cinta ini, sungguh Anda sudah menyia-nyiakan hidup Anda. Inilah cinta yang paling besar, yang memotivasi para mujahid di medan perang. Tidak takut mati, tidak takut rasa sakit, tidak takut apa pun, demi cinta ini. Cinta ini tiada lain, cinta kepada Allah.
Karena bekerja adalah bagian dari ibadah. Begitu juga bisnis adalah bagian dari ibadah. Dan, ibadah adalah sebagai cinta kita kepada Allah, maka kerja dan bisnis kita juga adalah perwujudan cinta kita kepada Allah. Seharusnya, saat kita bekerja dan bisnis, kita akan memiliki motivasi yang tinggi.
Sudahkah?
Mari kita pancangkan niat kita, bahwa kerja dan bisnis kita untuk beribadah. Marilah kita pupuk kesadaran kita, bahwa bisnis dan kerja kita adalah salah bentuk wujud cinta kita kepada Allah.
Adakah perasaan cinta kita kepada Allah? Jika terasa kurang, maka iman kita harus ditingkatkan lagi. Sebab cinta kepada Allah hanya dimiliki oleh mereka yang beriman.
Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. (QS Al Baqarah:165).
Jadi, motivasi diri bisa dikembangkan dengan meningkatkan iman kepada Allah secara terus menerus. Cinta kepada kepada Allah semakin tinggi, motivasi diri pun semakin tinggi.